Cinta Pertama



Hari terasa sangat panas, ku lihat jam di tangan sudah pukul sebelas siang. Hari ini aku pulang kuliah cepat, aku bingung akan kemana ku langkahkan kaki ku setelah ini.
Saat aku berada di lobby kampus, kulihat mading. Banyak sekali informasi disana, dan tiba-tiba fikiranku mengajakku menuju toko buku. Ku arahkan kaki ku ke parkiran dan ku kemudikan motor ku menuju toko buku.
Disana aku tak tahu ingin membaca apa, namun mataku tertuju pada buku sastra. Puisi, ia buku puisi tujuan utama ku di bagian sastra ini. Aku cari buku-buku tentang cara menulis puisi dengan baik, aku lihat buku kumpulan puisi tentang Islami. Ku ambil dua buku itu, lalu aku menuju ke sudut toko buku untuk membacanya.
“Hai” suara seorang lelaki yang menyapaku. “Iya” jawabku.
“Kenalin nama gue Dayat, nama lo siapa?” tanyanya.
“Gue Shafia, lo temen SD gue kan?” tanyaku.
“Iya” jawabnya sambil tersenyum.
Dayat. Sosok lelaki yang pertama kali ku kagumi. Dayat, dia cinta monyet dan cinta pertama ku waktu ku duduk di bangku sekolah dasar dulu. Namun sayang, cinta ku dulu bertepuk sebelah tangan dengannya. Aku mencintainya namun dia mencintai teman dekat ku.
“Sendiri?” tanyanya.
“Keliatannya?” tanyaku.
“Sendiri sih. Lu sering ke toko buku?” tanyanya.
“Iya, tetapi tidak sesering para pekerja yang ada di toko ini” jawabku. Lalu ia tertawa mendengar jawabanku.
Pandanganku langsung aku tujukan ke buku yang aku pegang, ku baca lagi buku yang ku ambil ini. Aku membacaanya, namun ku tak faham dengan kalimatnya. Fikiranku mengingatkan kejadian sembilan tahun lalu. Dimana pertama kalinya aku menyukai dirinya, ku tahan perasaan itu sampai perpisahan sekolah. Namun ku rasa percuma, dia tidak mencintaiku, dia mencintai temanku. Bahkan kabar yang ku dengar saat itu dia dan teman ku sudah menjadi sepasang kekasih. Sedih, kecewa, yang ku rasa saat itu.
“Pacar lu siapa sekarang?” tanyanya. Aku kaget dengan pertanyaannya, dengan maksud apa dia bertanya seperti itu padaku. “Gue mau ta’aruf” jawabku sambil tertawa. Lalu dia ikut tertawa bersamaku.
Ku lanjutkan lagi membaca buku yang ku pegang, namun aku baru menyadari bahwa ia tidak membawa buku sejak tadi ada di sampingku. “Lu ngapain disini? Baca buku? Mana bukunya?” tanyaku. “Tidak, gue disini cuma mau nemenin lu baca buku” jawabnya sambil tersenyum.
Aku langsung membuang wajahku dari pandangannya, aku tertawa kecil. “Lucu sekali gombalannya” fikirku dalam hati. Setelah enam tahun kita tidak bertemu, tidak saling mengetahui kabar masing-masing, bisa-bisanya saja dia bergombal seperti itu.
“Orang tua lu apa kabar?” tanyanya memecahkan keheningan.
“Alhamdulillah baik, orang tua lu?” tanyaku. “Alhamdulillah baik juga” jawabnya.
Kita memang sangat mengenal baik orangtua masing-masing. Begitupula dengan orang tua kita, mereka juga saling mengenal. Namun silaturahmi kami terputus ketika Dayat dan keluarganya pindah rumah.
“Lu masih lama baca bukunya?” tanyanya.
“Kenapa emang?” tanyaku.
“Gue mau ngajak lu ke suatu tempat” jawabnya. Aku terdiam dan melihat disekelilingku, berharap aku mendapatkan jawaban atas ajakannya itu.
“Kenapa? Ga usah khawatir gue bawa kabur, paling gue bawa kabur lu ke hati gue” katanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Aku mengangguk, menandakan bahwa aku mengiyakan ajakkannya. Aku ke kasir dan membayar buku yang aku ingin baca tadi. Setelah itu, ia mengajakku keluar toko buku. Ku ikuti setiap langkah kakinya. Ku ikuti dari samping kemanapun ia pergi.
Lalu ia mengajak ku ke suatu tempat, berada di tengah kota yang sepi dari keramaian. Ku lihat dari atas sini betapa besarnya alam semesa ciptaan Allah SWT yang maha kaya. Bangunan bertingkat yang sedang berlomba-lomba akan ketinggiannya, di baluti dengan ketenangan angin yang melindungi mereka. Indah, kata pertama yang ku keluarkan dari mulutku saat aku berada di sana melihat kehadiran mereka. Ku pejamkan mata, dan aku bersyukur dengan apa yang Allah kasih untuk alam ini. Bersyukur karena aku telah di izinkan untuk menikmatinya tanpa aku harus bersusah payah untuk mendapatkannya.
“Bagus ga tempatnya?” tanyanya. “Iya” jawabku.
“Disini tempat gue melampiaskan semua perasaan gue. Kalau gue sedih, bete, kesel, seneng, pasti gue teriak disini. Lo tau ga? Cerita dengan alam itu bisa membuat hati menjadi tenang. Alam luas, indah, penuh dengan kesempurnaan. Tapi dia tidak akan menceritakan apapun yang sudah kita ceritain ke dia. Gue mau kenalin lu ke mereka” jelasnya.
“Gimana caranya?” tanyaku.
“Ikutin gue. Lu tutup mata lu, kosongin fikiran lu. Jangan lu inget-inget apapun yang buat lu seneng ataupun sedih selama hidup lu ini. Tapi isi fikiran lo dengan keinginan dan keyakinan kalau lu mau mengenal dengan mereka semua” jelasnya. Lalu ia memegang tanganku, di genggamnya telapak tanganku, memberikan arti bahwa ia benar-benar ingin mengenaliku dengan alam ini.
“Ikutin gue lagi ya, tarik nafas yang dalam lalu hembuskan. Tarik lagi, hembuskan lagi. Tarik lagi, hembuskan lagi. Sekarang buka mata lu, dan rasakan apa yang lu rasakan saat lu membuka mata” jelasnya.
Saat aku membuka mata, aku merasakan bahwa alam seakan-akan memelukku. Menerima aku untuk menjadi temannya. Mengajak aku untuk selalu bercerita padanya. Perintah Dayat tadi membuat aku terasa terhipnotis, dengan gampang aku mengikuti omongannya. Namun apa yang ia katakan membuat aku lebih segar dan lebih bersahabat dengan alam. Aku tersenyum. Kini aku memiliki teman baru yang sangat dekat dengan pencipta-Nya.
Diatas sana kita saling bertukar cerita, bercerita tentang kehidupan kita selama enam tahun terakhir kita berpisah. Bercerita tentang suka duka kehidupan kita. Kita hanya berdua disana, tapi terasa seperti banyak sekali yang mendengarkan cerita kita. Aku baru sadar ternyata aku dapat merasakan bagaimana caranya alam mendengarkan cerita aku dan Dayat. Aku tersenyum menyadarinya.
Tanpa kita sadari, kita bercerita hingga menuntun matahari berjalan pulang meninggalkan kota ini. Dengan diiringi warna langit yang berwarna kemerahan, dan suara burung-burung berkicau di sekelilingnya.
Waktu sudah senja, kita meninggalkan tempat kita. Meninggalkan teman baru ku.
Setibanya dirumah, aku berdiri di depan jendela kamarku. Melihat kearah langit yang penuh dengan bintang bersinar. Aku tersenyum melihatnya.
Bintang bersinar yang bertaburan di atas sana seolah-olah memanggilku. Memintaku untuk bercerita. Lalu ku cerita pada mereka, bercerita tentang kebahagiaan yang aku rasakan hari ini. Bertemu dengan cinta pertamaku, yang selalu aku panggil dengan nama bintang. Karena bagiku Dayat adalah bintang yang susah untuk ku raih dan ku miliki untuk ku peluk atau sekedar menggenggamnya sebentar saja.
Lamunanku buyar saat aku sadari ada suara ketukan pintu dengan menyebut namaku. Ternyata dia kakak perempuan ku. Dia memberitahuku bahwa ada seorang anak laki-laki mencari ku di bawah dan anak itu sedang mengobrol dengan papah dan mamah.
Aku menghampiri mereka, kaget saat aku lihat ternyata Dayat yang ada di bangku ruang tamu ku bersama orangtua ku dan kakak laki-laki ku. Ternyata ia datang meminta izin untuk membawaku pergi keluar rumah bersamanya. Mamah, papah dan kakak pun mengizinkan. Aku tak akan mensia-siakan kesempatan ini.
Aku pergi dengannya, ia mengajak ku ke tempat itu lagi. Ketempat dimana aku mendapatkan teman baru yang sangat bersahabat dengan diriku.
“Kalo lu udah kenal sama alam siang, lo juga harus kenal sama yang malamnya” katanya.
“Kalau kaya gitu kenpa tadi kita pulang? Kenapa kita ga langsung kenalan sama mereka?” tanyaku.
“Sesuatu yang baru harus di lakukan dengan cara baru” lanjutnya.
Aku tidak mengerti apa maksud dari omongannya yang terakhir itu. Ku rasakan genggaman tangannya lagi di tanganku, yang mungkin menandakan aku harus melakukan hal seperti tadi untuk berkenalan dengan alam ini.
Setelah aku membuka mata, aku baru sadar dan mengerti apa maksud dari omongannya yang terakhir tadi. Lalu aku tersenyum dan berkata “Terimakasih Tuhan kau pertemukan hamba dengan mereka yang begitu sangat indah”.
Dayat tersenyum. Lalu kita duduk di tepi tempat itu.
Melihat bintang yang bertaburan di langit dari sini itu lebih indah dan jauh lebih jelas dari apa yang aku lihat di kamar tadi. Pemandangan malam pun tidak jauh lebih indah dari apa yang aku lihat tadi siang. Gedung-gedung itu masih berlomba menunjukkan ketinggiannya, namun kini mereka di hiasi dengan taburan cahaya lampu yang penuh dengan berbagai warna yang tenang saat dilihat. Aku suka..
“Lo liat mereka. Mereka banyak ya, bersinar digelapnya malam yang cukup kejam untuk kota ini. Kalo lu liat bintang apa yang ada di fikiran lu saat ini?” tanyanya.
“Lo” jawabku spontan.
“Maksudnya?” tanyanya.
“Iya lo jangan ganggu gue, gue lagi menikmati dan merasakan kebersamaan mereka disini yang mereka sajikan khusus buat gue” jawabku sambil menutup mata untuk mengalihkan pertanyaannya.
Hening. Suasana hening saat aku bicara seperti itu. Ku buka mataku dan ku lirik ke arahnya. Ku lihat ia juga sedang memejamkan mata. Mencoba merasakan apa yang aku rasakan.
“Gue pernah janji ke mereka, kalau gue sudah menemukan perempuan yang gue cari selama ini gue akan mengenalkannya ke mereka. Dan hari ini gue udah menepati janji gue ke mereka.” Katanya.
Aku bingung dengan maksud dari ucapannya. Ku buka mataku dan ku lihat ke arahnya, ia masih memejamkan mata. Lalu aku melihat ke arah bintang-bintang, mencoba bertanya ke mereka apa maksud dari ucapan Dayat.
“Enam tahun gue mencari keadaan lo fi, setelah gue tau dimana lu berada gue mencoba mengumpulkan mental untuk menemui lu. Gue gatau ini terlambat atau engga. Gue harap sih engga. Tapi jujur, walaupun selama ini banyak sudah perempuan yang silih berganti menemani hidup gue tapi baru lu yang gue ajak kesini. Karena gue janji sama alam ini, kalau gue akan mengajak cinta sejati gue kesini kalau gue sudah menemukannya nanti. Lo lihat bintang yang paling bersinar di tengah-tengah mereka yang bersinar itu? Itu bintang gue namanin nama lo, karna buat gue lo bintang gue. Lo yang paling bersinar di antara mereka yang bersinar. Lo susah buat gue raih, tapi lo selalu menyinari gelapnya hati gue fi.” Ucapnya.
Aku hanya bisa terdiam dan tidak percaya kalau dia juga menyebutku dengan sebutan bintang. Dengan arti dan alasan yang sama. Aku masih memandangi bintang yang paling bersinar itu, aku tersenyum melihat bintang itu. Bintang itu aku, aku yang paling bersinar diantara bintang yang lain. Aku hanya tertawa dalam hati.
“Fi, udah lama gue mendem ini. Udah lama gue nyimpen perasaan ini. Gue mau lo tau, gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo. Lo mau kan nemenin hari-hari gue? Menjadi bintang yang paling bersinar di hati gue?” tanyanya sambil memegang kedua tanganku dan menatapku.
Aku kaget saat ia mengungkapkan perasaannya. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Senang, bingung, terharu, yang ku rasa malam itu. Lalu aku memejamkan mata, mencoba mencari jawaban dari persetujuan alam semesta. Sampai akhirnya aku membuka mata dan berkata “Iya gue mau”.
Kini aku sudah bertemu dengan bintangku, bintang yang selama ini aku simpan di dalam hati tanpa ku beri tahu kesiapapun. Bintang yang selama ini hanya aku lihat di setiap malam yang gelap namun cerah.
Kini aku punya bintang, bintang yang akan selalu menemani malam ku dan bahkan di setiap hari dan siangku.
Tempat ini, tempat ini menjadi saksi berawalnya kisah cinta kita. Kisah cinta pertama yang di persatukan dari sinarnya bintang di langit malam.

NNH2907

Komentar

Postingan Populer